Arsip

Archive for the ‘KURIKULUM’ Category

PENGEMBANGAN KURIKULUM ; DOKTER PANDAI MERACIK ATAU MENENTUKAN DOSIS OBAT UNTUK SETIAP PASIENNYA, SEHARUSNYA GURU PANDAI MERACIK ATAU MENENTUKAN DOSIS KURIKULUM UNTUK SETIAP ANAK DIDIKNYA

Desember 21, 2009 Tinggalkan komentar

Oleh : Heri Hidayat, M.Pd

Memperbincangkan prefesionalisme guru di era kompetetitip, saat ini banyak dibandingkan dengan dunia kedokteran. Tidak bisa dipungkiri bahwa profesi dokter di Indonesia merupakan profesi menjajikan dan identik dengan jaminan kesejahteraan. karena itu dalam mata kuliah perkembangan kurikulum ini saya akan mengupas perkiraan keahlian, kemahiran, atau kecakapan dokter dan guru. Semasa saya di sekolah pendidikan guru (SPG) dulu, guru saya mengatakan bahwa bedanya guru dan dokter, kalau dokter mengobati fisik sedangkan guru mengobati jiwa. Kalau dokter salah memberikan obat maka pengaruhnya hanya pada fisik si pasien sedangkan kalau guru salah mengajar maka pengaruhnya pada perkembangan jiwa anak didik. Contoh ; para teroris menjadi orang yang berani mengorbankan dirinya untuk bunuh diri, itu terjadi karena didikan sang guru yang menanamkan ajarannya yang melekat pada jiwa muridnya. Begitu pun kalau para anggota DPR malas sidang mungkin dulunya mereka sekolah sering bolos atau pejabat yang korup itu juga pengaruh dari pendidikan yang diperoleh semenjak disekolah. Karena itu guru saya bilang, seharusnya profesi guru lebih menjamin kesejahteran daripada dokter, karena guru mengobati jiwa.

Kembali pada perbandingan profesionalisme guru dan dokter, berarti anak didik disekolah tidak hanya dipandang sebagai murid akan tetapi juga dipandang sebagai pasien, ketika seorang dokter menerima pasien, maka secara kode etik kedokteran, dokter akan terlebih dahulu melakukan diagnosis dengan menanyakan penyakit dan latar belakang penyebab sakitnya si pasien. Begitu juga dengan guru profesional sebelum mentransfer ilmu kepada anak didiknya, maka sebagai seorang profesional guru harus terlebih dahulu mendiagnosis anak didiknya melalui psikotes kesiapan belajar atau paedagogik anak didiknya. Sehingga bagai seorang dokter meskipun si pasien memiliki penyakit yang sama tetapi pengobatannya setiap pasien ditentukan oleh dosis obat yang berbeda, begitu juga anak didik meskipun usianya sama tetapi dosis mata pelajaran atau kurikulumnya berbeda-beda.

Setelah dokter mendiagnosis pasiennya, maka tindak lanjut berikutnya memeriksa pasien, kemudian sekolah menentukan dosis obat yang disesuikan dengan kondisi pasien. Begitu juga dengan guru profesional, setelah guru mengetahui tingkat kesiapan belajar anak didiknya maka tindak lanjut berikutnya menentukan dosis bahan pelajaran atau dosis kurikulum yang sesuai dengan kondisi anak didiknya (children centre).

Sehebat apapun seorang dokter atau sebagus apapun rumah sakit, yang penting bagi pasien ketika pulang berobat adalah kesembuhan dan pelayanan. Mau rumah sakit puskesmas, atau rumah sakit internasional kalau pasien tidak sembuh apalagi pelayanan yang buruk maka jangan harap rumah sakit atau dokter itu akan didatangi kembali pasiennya. Begitu pun dengan sekolah. Harapan orang tua ketika menyekolahkan anaknya adalah perubahan jiwa anak didik berupa ’kecerdasan, Keterampilan dan sikap pengusaan terhadap ilmu dan teknologi’. Tidak seperti selama ini sekolah dan guru hanya berfungsi sebagai seolah-olah hanya pegawai statistik, yang hanya bisa mengklasifikasikan anak dengan sistem rangking, tapi guru tak bisa merubah keadaan anak yang biasa-biasa menjadi cerdas, sehingga anak didik dari mulai sekolah tk sampai dengan perguruan tinggi yang pintar itu-itu juga, tanpa bisa merubah keadaan dari bodoh ke pintar.

Sebagai dokter profesional, maka tugas pokoknya adalah menyembuhkan pasien, mau menggunakan obat generik atau obat mahal sekalipun, tugas pokok dokter adalah menyembuhkan pasien. Begitu juga dengan guru profesional tugas pokok dia adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik untuk mencerdaskan anak bangsa (dalam UUGuru dan Dosen 2005). Maka pelajaran yang diberikan adalah obat yang dapat membuat anak didiknya bisa menjadi pintar, namun bila pelajaran-pelajaran yang diberikan guru kepada anak didiknya malah membuat anak didik membenci guru atau malah dengan pelajaran tersebut anak menjadi minder karena tidak bisa mengerjakan atau malas sekolah itu artinya sang guru tidak memberikan obat yang benar atau memberikan dosis pelajaran yang membuat anak didik malah tidak pintar, artinya guru itu sudah mal praktek mengajar. Bayangkan berapa guru-guru dan dosen bila dilihat dari tolak ukuran profesionalisme yang saya sebutkan diatas, sebenarnya kebanyakan guru dan dosen di Indonesia ini sudah melakukan mal praktek mengajar.

Kurikulum arti awalnya adalah sejumlah mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik, maka bahan pelajaran itu harusnya menjadi obat yang mampu mencerdaskan setiap anak didik untuk menguasai tingkatan ilmu tertentu, setidaknya ada tujuh kecerdasan secara alami manusia yakni kecerdasan lingusitik, kecerdasan logika matematik, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan spiritual, kecerdasan vinansial. (Gordon,2000 ; 314-354). akan tetepi kenyataannya pelajaran-pelajaran yang ada hanya membuat anak didik terkadang membenci guru karena dosis pelajaran yang diberikan membuat anak didik muak dengan pelajaran, atau malah ketika pelajaran itu menjadi PR membuat orang tua berkerut dahi dan bahkan ribut suami istri karena mereka saling lempar siapa yang bisa membantu anaknya mengerjakan PR, pelajaran telah menjadi racun.bahkan diperguruna tinggi, mata kuliah dan buku telah membuat para mahasiswa tertekan kejiwaannya karena bahan kuliah tidak membuat mahasiswa menjadi manusia, malah mata kuliah menjadi obat peransang agar mahasiswa pandai berdebat untuk menjatuhkan kawan diskusinya, kemudian mahasiswa yang menang berdebat jiwanya merasa puas lalu mereka berkumpul di luar kampus dan berdemolah kesana kemari dengan sikap-sikap yang brutal. Apakah ini penerus bangsa ?

Dokter yang terkenal biasanya pandai meracik obat sendiri, begitupun guru profesional seharusnya bisa meracik bahan pelajaran/kurikulum sendiri. dokter yang tidak pernah berhenti mengobati, dokter umumnya disamping praktek di rumah sakit dimana dia bertugas, biasanya juga membuka praktek di tempat yang lain, bahkan dirumahnya selalu dipasang plang praktek, bahkan ditempat lain para dokter itu membuka praktek bersama, jadi, dokter umumnya kenapa bisa kaya, itu karena disamping bayarannya mahal tetapi juga dia tidak pernah berhenti mengobati. Seharusnya seorang guru seperti itu juga, seperti dokter yang tidak pernah berhenti praktek mengobati, seharusnya guru juga tidak boleh berhenti mendidik. Sebagai seorang pendidik guru juga meski praktek mendidik disamping di sekolah dimana guru ditugaskan guru selayaknya membuka praktek mendidik di rumahnya dengan membuka les privat untuk warga sekitar, juga bersama kawan-kawannya membuka praktek mendidik bersama, karena ilmu dan teknologi kependidikan terus berkembang.

Dokter berusaha mengabdikan seluruh hidupnya agar mengobati penyakit fisik, maka selayaknya guru berusaha juga mengabdikan seluruh hidupnya agar mengobati penyakit jiwa yakni kebodohan. Menurut ibnu miskawaihi ; fungsi jiwa tertinggi adalah kekuatan berfikir untuk melihat fakta dengan menggunakan alat jiwa yakni otak. Fungsi jiwa kedua adalah keberanian menghadapi resiko, ambisi pada kekuasaan, kedudukan dan kehormatan dengan menggunakan alat jiwa berupa hati. Fungsi jiwa ketiga adalah dorongan nafsu makan, keinginan pada kelezatan atau minuman atau seksualitas dan segala macam kenikmatan inderawi alat jiwa yang digunakan adalah perut. Tugas pendidik atau sang guru adalah bagaimana membuat kurikulum atau memberikan obat berupa bahan pelajaran yang mampu mengendalikan jiwa agar gerak aktivitas jiwa anak didik normal, serasi dan seimbang. Kurikulum yang diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan pengembangan potensi yang lahir dari anak didik sesuai hukum alam.

Kategori:KURIKULUM

KUASAI KURIKULUM JANGAN SEPERTI ‘MONYET NGAGUGULUNG KALAPA’

November 27, 2009 1 komentar

Tugas guru propesional menjadikan kurikulum sebagai pedoman guru dalam mengajar, ciri guru propesional syaratnya adalah menguasai kurikulum, mengapa ? karena guru harus menguasai sejumlah materi pelajaran. Ciri yang tidak profesional selalu bertanya hari ini mengajar apa yah ? kalau guru selalu bertanya hari ini atau besok mengajar apa, artinya guru tidak punya perencanaan pengajaran yang baik. Sebab seorang guru propesional tidak mungkin setiap mau mengajar bertanya besok mengajar apa, seorang guru mestinya tahu bahwa sepanjang anak didik menempuh pendidikan di sekolah harus ada yang diajarkan secara terencana, dan perencanaan pengajarannya itu sudah ada di panduan pengajaran yakni kurikulum. Jadi wajib bagi seorang guru jauh-jauh hari di awal pembelajaran untuk membuat perencanaan pembelajaran secara terprogram dengan mempelajari kurikulum sebagai acuan pengajaran. kalau di analogikan, setiap propesi di muka bumi ini selalu punya pedoman pekerjaan atau pegangan hidup sebagai patokan standar pekerjaan. Misalnya, seorang muslim yang menjalankan agama dengan benar maka dia mesti berpedoman kepada Al-Quran, tentu saja mempelajari Al-Quran itu hukumnya wajib bagi seorang muslim. Begitu juga dalam profesi pekerjaan, seorang dokter yang propesional selalu berpedoman kepada ilmu kedokteran, pasti seorang dokter senantiasa mempelajari buku-buku tentang kedokteran. Sama halnya dengan guru propesional punya kewajiban membaca buku-buku tentang keguruan, oleh karena itu mempelajari dan menguasai kurikulum, hukumnya wajib bagi prefesi guru. Bagi guru yang tidak senang mempelajari kurikulum dipastikan didalam mengajar akan melantur seperti ‘monyet ngagugulung kalapa’ (seperti kera yang tidak bisa mengupas kelapa) karena tidak berpedoman. Contohya ; karena tidak punya perencanaan ketika masuk kelas maka senantiasa kerja guru hanya memberi tugas, ”kerjakan halaman satu sampai 10, ibu tunggu di ruang guru ?” sesampainya diruang guru hanya mengobrol dan makan-makan. Guru seperti ini menurut penulis dapat dikatagorikan sebagai guru tidak profesional, mengajar tanpa berpedoman dan tak tahu tujuan, bahkan mungkin guru koruptor karena sudah mengkorupsi waktu yang seharusnya jam mengajar ada di kelas tetapi malah meninggalkan kelas.

Kategori:KURIKULUM